Lingkungan Situs Sangiran
Sangiran merupakan situs prasejarah yang berada di kaki gunung lawu, tepatnya di depresi Solo sekitar 17 km ke arah utara dari kota solo dan secara administrative terletak diwilayah Kabupaten Sragen dan sebagian terletak di kabupaten karanganyar, propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah 56 KM yang mencakup tiga kecamatan di kabupaten Sragen. Surat keputusan Menteri Pendidikan & Kebudayaan NO 070/0/1977, Sangiran ditetapkan sebagai cagar budaya dengan luas wilayah 56 KM, dan selanjutnya Sangiran pada tahun 1996 oleh UNESCO ditetapkan sebagai World Heritage dengan nomor 593.
Menurut sejarah Geologi, daerah Sangiran mulai terbentuk pada akhir kala plestosen. Situs Sangiran terkenal karena mempunyai stratigrafi yang lengkap dan menjadi yang terlengkap di benua Asia, sehingga itu diakui dapat menyumbangkan data penting bagi pemahaman sejarah evolusi fisik manusia, maupun lingkungan keadaan alam purba. Stratigrafi di kawasan situs Sangiran menunjukkan proses perkembangan evolusi dari lingkungan laut yang berangsur-angsur berubah menjadi lingkungan daratan, seperti tercermin dari fosil-fosil yang ditemukan pada masing-masing formasi. Berdasarkan proses terbentuknya & kandungannya, lapisan tanah situs Sangiran dibedakan menjadi lima lapisan.
Lapisan-lapisan tanah situs Sangiran
Formasi Kalibeng
Formasi Pucangan
Formasi ini berada diatas lapisan atau formasi kalibeng. Formasi ini berupa lempung hitam dan mulai terbentuk sekitar 1,8 juta tahun yang lalu dari endapan lahar Gunung Merapi purba dan Gunung Lawu purba. Formasi Pucangan banyak mengandung fosil manusia purba dan hewan mamalia
Grenzbank
Terletak diatas formasi Pucangan. Lapisan ini terdiri atas konglomerat silikaan stadium lanjut, Lapisan ini dipakai sebagai tanda batas antara Formasi pucangan dan Formasi Kabuh. Lapisan ini terdiri dari elemen laut dan kerikil terbentuk akibat erosi pegunungan selatan dan Kendeng, Pada Grenzbank banyak ditemukan hewan mamalia, ditemukan pula fosil Homo Erectus.
Formasi Kabuh
Berupa endapan sedimen vulkanik berfasies fluviatil (pasir silang-siur). Endapan ini terjadi karena aktivitas Gunung Merapi dan Gunung Lawu purba yang terjadi pada kala plestosen tengah (500-600 ribu tahun yang lalu). Kaya akan temuan fosil manusia purba ditemukan pada formasi ini.
Formasi Notopura
Berada pada lapisan teratas di situs Sangiran. Terbentuk karena akibat dari aktivitas Gunung Berapi pada kala plestosen atas (250.000-70.000 tahun yang lalu). Lapisan ini ditandai oleh endapan lahar, breksi dan pasir juga banyak ditemukan alat serpih dan fosil kerbau dan kijang.
Lingkungan Situs Sangiran dan Kebudayaannya
Sangiran merupakan sebuah kubah yang terbentuk oleh adanya proses deformasi, baik secara lateral maupun vertikal. Proses erosi pada puncak kubah telah menyebabkan terjadinya reverse, kenampakan terbalik, sehingga daerah tersebut menjadi daerah depresi. Bagian tengah kubah sangiran ditoreh oleh kali Cemoro sebagai sungai enteseden, sehingga menyebabkan formasi batuan tersingkap dan menunjukkan bentuk melingkar. Pada kala pliosen daerah ini menjadi laut dangkal kemudian terjadi gunung berapi akibatnya terjadi formasi Kalibeng, adanya regresi lebih lanjut pada daerah ini menyebabkan Sangiran menjadi daratan. Pada permulaan kala Plestosen bawah kegiatan Vulkanis semakin meningkat, sehingga terjadi aliran lahar dingin dan membentuk breksi vulkanik. Fosil Meganthropus mungkin muncul pada saat kegiatan vulkanis meleleh. Pada kala plestosen tengah, sangiran menjadi daratan lagi, disusul dengan kegiatan vulkanis yang makin menghebat sehingga menimbulkan endapan tufa yang berlapis-lapis, proses pengangkatan tanah pada daerah ini terjadi pada kala plestosen atas dan awal kala Holosen. Adanya pelapukan dan erosi pada puncak kubah, serta pengendapan material kali Cemoro, menyebabkan kenampakan sangiran menjadi seperti sekarang ini. Manusia yang hidup pada saat itu misalnya Meganthropus paleojavanicus, Pithecanthropus erectus, dan phitecanthropus soloensis.
Secara umum situs sangiran saat ini merupakan daerah berlahan tandus, terlihat dari banyaknya tempat yang gundul tak berpohon. Hal ini disebabkan karena kurangnya akumulasi sisa-sia vegetasi yang mengalami humifikasi membentuk humus. Jenis tanaman yang ada di Situs Sangiran, antara lain lamtoro, angsana, akasia, johar, sengon mahoni. Terdapat sungai-sungai yang terus melakukan deformasi di situs sangiran antara lain adalah Kali Cemoro dan Kali Ngrejeng. Sungai ini memiliki peranan bagi masyarakat sekitar. Bukti-bukti kehidupan ditemukan di dalam endapan teras sungai purba. Di daerah tropis ini tidak banyak mengalami perubahan iklim dan memungkinkan manusia purba untuk hidup.
Pada tahun 1934, daerah Jawa dipakai sebagai ajang penelitian manusia purba dan alatnya. G.H.R Von Koenigswald melakukan penggalian pada sebuah bukit di sebelah timur laut sangiran, menemukan sebuah alat batu yang berupa serpih. Teknologi yang lebih baik menggambarkan perkembangan keterampilan yang dimiliki oleh manusia pendukungnya yang hidup di Sangiran. Alat-alat yang dihasilkan, setingkat lebih maju dibandingkan dengan alat-alat sejenis dari himpunan alat Pacitan. Alat Pacitan diperkirakan berasal dari kala plestosen tengah bagian akhir. Sedangkan alat-alat batu sangiran ditemukan di lapisan tanah kala plestosen atas pada formasi Notopuro. Alat-alat yang banyak ditemukan adalah serpih, dan bilah. Sebagian alat-alat serpih Sangiran berbentuk pendek, lebar dan tebal, dengan panjang antara 2-4 Cm. Teknologi yang umumnya digunakan pada alat batu Sangiran adalah teknik clacton, dengan ciri alat serpih tebal. Selain itu untuk mendapatkan bentuk-bentuk alat yang diinginkan lebih khusus, dilakukanlah penyerpihan kedua. Disamping alat serpih dan bilah yang kemungkinan digunakan sebagai alat pemotong dan penyerut kayu, ditemukan juga alat-alat yang terbuat dari batu lain, yaitu: bola batu, kapak batu, serut, beliung persegi, kapak perimbas, batu inti, dll. Bahan yang digunakan untuk untuk peralatan tersebut adalah kalsedon, tufa kersikan, kuarsa,dll. Alat-alat pada situs Sangiran merupakan hasil teknologi kala plestosen yang dicirikan dengan pola perburuan binatang dan pengumpulan makanan sebagai mata pencahariannya. Kemungkinan juga berdasarkan ukuran alat-alat Sangiranyang relatif kecil;, telah ada kecenderungan untuk memilih hewan buruan yang lebih kecil.
Menurut sejarah Geologi, daerah Sangiran mulai terbentuk pada akhir kala plestosen. Situs Sangiran terkenal karena mempunyai stratigrafi yang lengkap dan menjadi yang terlengkap di benua Asia, sehingga itu diakui dapat menyumbangkan data penting bagi pemahaman sejarah evolusi fisik manusia, maupun lingkungan keadaan alam purba. Stratigrafi di kawasan situs Sangiran menunjukkan proses perkembangan evolusi dari lingkungan laut yang berangsur-angsur berubah menjadi lingkungan daratan, seperti tercermin dari fosil-fosil yang ditemukan pada masing-masing formasi. Berdasarkan proses terbentuknya & kandungannya, lapisan tanah situs Sangiran dibedakan menjadi lima lapisan.
Lapisan-lapisan tanah situs Sangiran
Formasi Kalibeng
Formasi Pucangan
Formasi ini berada diatas lapisan atau formasi kalibeng. Formasi ini berupa lempung hitam dan mulai terbentuk sekitar 1,8 juta tahun yang lalu dari endapan lahar Gunung Merapi purba dan Gunung Lawu purba. Formasi Pucangan banyak mengandung fosil manusia purba dan hewan mamalia
Grenzbank
Terletak diatas formasi Pucangan. Lapisan ini terdiri atas konglomerat silikaan stadium lanjut, Lapisan ini dipakai sebagai tanda batas antara Formasi pucangan dan Formasi Kabuh. Lapisan ini terdiri dari elemen laut dan kerikil terbentuk akibat erosi pegunungan selatan dan Kendeng, Pada Grenzbank banyak ditemukan hewan mamalia, ditemukan pula fosil Homo Erectus.
Formasi Kabuh
Berupa endapan sedimen vulkanik berfasies fluviatil (pasir silang-siur). Endapan ini terjadi karena aktivitas Gunung Merapi dan Gunung Lawu purba yang terjadi pada kala plestosen tengah (500-600 ribu tahun yang lalu). Kaya akan temuan fosil manusia purba ditemukan pada formasi ini.
Formasi Notopura
Berada pada lapisan teratas di situs Sangiran. Terbentuk karena akibat dari aktivitas Gunung Berapi pada kala plestosen atas (250.000-70.000 tahun yang lalu). Lapisan ini ditandai oleh endapan lahar, breksi dan pasir juga banyak ditemukan alat serpih dan fosil kerbau dan kijang.
Lingkungan Situs Sangiran dan Kebudayaannya
Sangiran merupakan sebuah kubah yang terbentuk oleh adanya proses deformasi, baik secara lateral maupun vertikal. Proses erosi pada puncak kubah telah menyebabkan terjadinya reverse, kenampakan terbalik, sehingga daerah tersebut menjadi daerah depresi. Bagian tengah kubah sangiran ditoreh oleh kali Cemoro sebagai sungai enteseden, sehingga menyebabkan formasi batuan tersingkap dan menunjukkan bentuk melingkar. Pada kala pliosen daerah ini menjadi laut dangkal kemudian terjadi gunung berapi akibatnya terjadi formasi Kalibeng, adanya regresi lebih lanjut pada daerah ini menyebabkan Sangiran menjadi daratan. Pada permulaan kala Plestosen bawah kegiatan Vulkanis semakin meningkat, sehingga terjadi aliran lahar dingin dan membentuk breksi vulkanik. Fosil Meganthropus mungkin muncul pada saat kegiatan vulkanis meleleh. Pada kala plestosen tengah, sangiran menjadi daratan lagi, disusul dengan kegiatan vulkanis yang makin menghebat sehingga menimbulkan endapan tufa yang berlapis-lapis, proses pengangkatan tanah pada daerah ini terjadi pada kala plestosen atas dan awal kala Holosen. Adanya pelapukan dan erosi pada puncak kubah, serta pengendapan material kali Cemoro, menyebabkan kenampakan sangiran menjadi seperti sekarang ini. Manusia yang hidup pada saat itu misalnya Meganthropus paleojavanicus, Pithecanthropus erectus, dan phitecanthropus soloensis.
Secara umum situs sangiran saat ini merupakan daerah berlahan tandus, terlihat dari banyaknya tempat yang gundul tak berpohon. Hal ini disebabkan karena kurangnya akumulasi sisa-sia vegetasi yang mengalami humifikasi membentuk humus. Jenis tanaman yang ada di Situs Sangiran, antara lain lamtoro, angsana, akasia, johar, sengon mahoni. Terdapat sungai-sungai yang terus melakukan deformasi di situs sangiran antara lain adalah Kali Cemoro dan Kali Ngrejeng. Sungai ini memiliki peranan bagi masyarakat sekitar. Bukti-bukti kehidupan ditemukan di dalam endapan teras sungai purba. Di daerah tropis ini tidak banyak mengalami perubahan iklim dan memungkinkan manusia purba untuk hidup.
Pada tahun 1934, daerah Jawa dipakai sebagai ajang penelitian manusia purba dan alatnya. G.H.R Von Koenigswald melakukan penggalian pada sebuah bukit di sebelah timur laut sangiran, menemukan sebuah alat batu yang berupa serpih. Teknologi yang lebih baik menggambarkan perkembangan keterampilan yang dimiliki oleh manusia pendukungnya yang hidup di Sangiran. Alat-alat yang dihasilkan, setingkat lebih maju dibandingkan dengan alat-alat sejenis dari himpunan alat Pacitan. Alat Pacitan diperkirakan berasal dari kala plestosen tengah bagian akhir. Sedangkan alat-alat batu sangiran ditemukan di lapisan tanah kala plestosen atas pada formasi Notopuro. Alat-alat yang banyak ditemukan adalah serpih, dan bilah. Sebagian alat-alat serpih Sangiran berbentuk pendek, lebar dan tebal, dengan panjang antara 2-4 Cm. Teknologi yang umumnya digunakan pada alat batu Sangiran adalah teknik clacton, dengan ciri alat serpih tebal. Selain itu untuk mendapatkan bentuk-bentuk alat yang diinginkan lebih khusus, dilakukanlah penyerpihan kedua. Disamping alat serpih dan bilah yang kemungkinan digunakan sebagai alat pemotong dan penyerut kayu, ditemukan juga alat-alat yang terbuat dari batu lain, yaitu: bola batu, kapak batu, serut, beliung persegi, kapak perimbas, batu inti, dll. Bahan yang digunakan untuk untuk peralatan tersebut adalah kalsedon, tufa kersikan, kuarsa,dll. Alat-alat pada situs Sangiran merupakan hasil teknologi kala plestosen yang dicirikan dengan pola perburuan binatang dan pengumpulan makanan sebagai mata pencahariannya. Kemungkinan juga berdasarkan ukuran alat-alat Sangiranyang relatif kecil;, telah ada kecenderungan untuk memilih hewan buruan yang lebih kecil.
Komentar
Posting Komentar